Jumat, 25 Maret 2011

NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

I. UMUM
Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan peran sektor pertanian secara berkelanjutan, terutama dalamperannya mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Di sisi lain, secara filosofis lahan memiliki peran dan fungsi sentral bagi masyarakat Indonesia yang bercorak agraris karena memiliki nilai ekonomis, nilai sosial budaya dan religius. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah tingginya tekanan terhadap lahan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang masih sekitar 1,49 persen per tahun, sementara luas lahan yang ada relatif tetap, produktivitas lahan pertanian pangan mengalami pelandaian (leveling off) serta kompetisi pemanfatan lahan untuk pembangunan, termasuk pemekaran wilayah provinsi dan kabupaten/kota, sehingga ketersediaan lahan untuk memenuhi kecukupan pangan nasional semakin terancam. Selain itu, rata-rata penguasaan lahan pertanian pangan oleh petani makin sempit disebabkan oleh pewarisan kepemilikan lahan, terjadi juga persaingan yang tidak seimbang dalam penggunaan lahan, terutama antara sektor pertanian dan non-pertanian. Dalam keadaan seperti ini, apabila paradigma dan sudut pandang para pemangku kepentingan dalam perencanaan pemanfaatan ruang hanya terfokus pada nilai ekonomi sewa lahan (land rent economics), maka tidak ada keseimbangan pembangunan pertanian dengan pembangunan sektor lainnya. Keadaan demikian ini akan berpengaruh terhadap penurunan daya dukung lahan dan lingkungan. Hal itu terlihat dari makin meningkatnya laju besaran alih fungsi lahan pertanian dari tahun ke tahun. Alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non- pertanian dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 diperkirakan seluas 110.000 (seratus sepuluh ribu) hektar/tahun.
Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan berbagai dampak langsung dan tidak langsung dan berimplikasi serius berupa dampak negatif terhadap produksi pangan, lingkungan, dan budaya masyarakat yang hidup di bagian hulu dan sekitar lahan yang dialihfungsikan tersebut. Permasalahannya semakin kompleks, terutama lahan pertanian pangan subur terdapat di Pulau Jawa yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan sektor, sementara lahan-lahan di luar Pulau Jawa belum dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian pangan karena tingkat kesuburan tanah rendah dan keterbatasan infrastruktur. Dengan demikian alih fungsi lahan pertanian tidak hanya menyebabkan kapasitas memproduksi pangan turun, tetapi merupakan salah satu bentuk pemubaziran investasi, degradasi agroekosistem, degradasi tradisi dan budaya pertanian, dan secara perlahan-lahan para pelaku usaha pertanian pangan akan meninggalkan sektor tanaman pangan apabila tidak diimbangi dengan pengendalian alihfungsi, pemberian insentif, dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan pengaturan alih fungsi lahan pertanian pangan merupakan salah satu kebijakan yang sangat strategis. Selama ini berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pengendalian alih fungsi lahan pertanian, terutama lahan sawah beririgasi sudah banyak diterbitkan berupa peraturan perundang-undangan, akan tetapi implementasinya tidak efektif karena peraturan perundang-undangan tersebut tidak memuat sanksi pidana. Selain itu, Pemerintah dan pemerintah daerah tidak sungguh-sungguh untuk melaksanakannya. Peraturan Pemerintah ini merupakan amanat dari Pasal 26 dan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang bertujuan untuk mewujudkan dan menjamin tersedianya lahan pertanian pangan berkelanjutan, mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional, meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan petani, memberikan kepastian berusaha tani dan mewujudkan keseimbangan ekologis serta mencegah pemubaziran investasi infrastruktur pertanian. Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Pasal 22 Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kriteria kesatuan hamparan adalah kriteria Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang didasarkan atas luasan lahan pada satu hamparan pada skala ekonomi sehingga pertambahan produksi menyebabkan biaya rata–rata menjadi semakin rendah karena terjadi peningkatan efisiensi pengunaan faktor produksi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kriteria kesesuaian lahan adalah lahan–lahan yang sesuai diusahakan untuk tanaman pangan pokok berdasarkan kelas kesesuaian lahan.
Pasal 22 Ayat (4)
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ketersediaan air” adalah kondisi jumlah air yang tersedia yang dibutuhkan melalui pengelolaan irigasi dan air serta tingkat curah hujan, untuk mendukung kegiatan pengelolaan lahan pertanian pangan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “konservasi” adalah proses pengelolaan pertanian yang bertujuan untuk menghasilkan pangan sekaligus menjaga kondisi lingkungan dari kerusakan akibat kegiatan pertanian seperti erosi tanah akibat pengelolaan tanah pertanian yang tidak tepat ataupun pemakaian bahan kimia yang berlebihan hingga mengakibatkan perubahan sifat fisik, kimiawi maupun biologis tanah.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “berwawasan lingkungan” adalah penggunaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan ekosistemnya serta karakteristik budi daya dan daerahnya dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Pasal 43 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “siap tanam” adalah kondisi lahan yang dibuka dan telah dilakukan pembukaan lahan, pembersihan lahan, pembangunan pematang, pengolahan lahan dan telah tersedia jaringan irigasi serta jalan usaha tani sebagai sarana pendukung utama usaha tani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar